INTERNASIONAL – Ramai kabar tentang adanya pertemuan antara Indonesia dan Israel dibantah tegas oleh pemerintah.
Melalui Yusril Ihza Mahendra, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), disebut kalau tidak pernah terjadi perundingan rahasia antara Indonesia dan Israel.
Awalnya muncul kabar adanya perundingan yang dikaitkan dengan rencana akan mencalonkannya Indonesia menjadi bagian dari Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD).
Melalui keterangan resminya, Yusril membantah klaim media Israel, Ynet, yang menyebut adanya pertemuan tertutup sebagai bagian dari langkah Indonesia untuk mendapatkan dukungan Israel dalam proses keanggotaan di OECD.
Yusril turut membantah dugaan adanya wacana pembukaan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Israel.
“Pertemuan seperti itu tidak pernah ada,” tegas Yusril dalam siaran persnya pada Kamis 29 Mei 2025.
Yusril pun mengkritik penggunaan istilah ‘normalisasi’ yang disampaikan oleh media tersebut.
Ia menilai penyebutan itu tidak akurat karena Indonesia dan Israel tidak pernah memiliki hubungan diplomatik sejak awal, sehingga tidak ada yang bisa ‘dinormalisasi’.
Kendati demikian, Yusril mengakui bahwa Israel sempat menawarkan dukungan atas pencalonan Indonesia di OECD, namun dengan prasyarat pembukaan hubungan diplomatik.
Namun Yusril menegaskan bahwa Indonesia menolak tawaran tersebut.
“Permintaan tersebut telah kami tolak,” ujarnya.
Lebih lanjut, Yusril menjelaskan bahwa menjadi anggota suatu organisasi internasional seperti OECD tidak mensyaratkan sebuah negara harus memiliki hubungan diplomatik dengan seluruh anggota lainnya.
Ia juga membantah ada pembicaraan mengenai hubungan bilateral Indonesia-Israel, termasuk ketika dirinya hadir dalam Sidang OECD di Paris pada akhir Maret 2025 lalu.
“Saya sendiri hadir dalam Sidang OECD di Paris pada akhir Maret 2025,” kata Yusril.
“Tidak ada isu seperti yang diberitakan media Israel tersebut,” imbuhnya.
Yusril menekankan bahwa langkah Indonesia untuk mencalonkan diri sebagai anggota OECD sepenuhnya didorong oleh pertimbangan strategis, tanpa melibatkan dukungan dari pihak Israel.
Dalam kesempatan yang sama, Yusril turut mengomentari pernyataan Presiden Prabowo Subianto soal kemungkinan membuka hubungan diplomatik dengan Israel, asalkan negara tersebut lebih dulu mengakui kedaulatan Palestina.
“Israel harus terlebih dahulu mengakui kemerdekaan Palestina,” tegas Yusril.
“Barulah Indonesia mempertimbangkan membuka hubungan diplomatik dengan Israel,” Yusril melanjutkan.
Sebelumnya, Ynet beberapa kali melaporkan dugaan upaya Indonesia menjalin pendekatan dengan Israel sebagai bagian dari strategi untuk menjadi anggota OECD.
Media tersebut bahkan mengungkapkan bahwa sejak 2024 telah berlangsung perundingan tertutup antara delegasi dari kedua negara dan perwakilan OECD.
Pada 28 Mei 2025, Ynet juga mengutip pernyataan Presiden Prabowo yang membuka kemungkinan hubungan diplomatik jika Palestina diakui sebagai negara merdeka oleh Israel.
(mep)